dr.Rahman syaputra
Pendahuluan
1.Dalam setiap kegiatan operasi penerbangan TNI AU awak pesawat harus berada dalam kondisi fisik maupun mental yang prima. Hal ini penting mengingat operasi penerbangan dilakukan pada kondisi non fisiologis, sehingga memungkinkan timbulnya keadaan yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Kondisi fisik prima merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap awak pesawat, karena itu setiap kelainan dalam sistem organ tubuh para awak pesawat harus diketahui sedini mungkin untuk pencegahan. Upaya pencegahan dilakukan dengan mewajibkan awak pesawat mengikuti ILA secara rutin di Lakespra Saryanto. Pemeriksaan tes fungsi hati dan USG adalah salah satu tes yang dilakukan pada penerbang untuk mengetahui ada tidaknya kelainan hati .
2.Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang banyak kita temui di Indonesia. Lebih kurang 40- 60 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam menderita kelainan hati. Hasil penelitian M.Thamrin .dkk(1982), pada awak pesawat TNI AU prevalensi penderita kelainan hati sebesar 12 %. Dari jumlah tersebut 8 % diantaranya menderita perlemakan hati dan 4 % hepatitis kronis. Berdasarkan Bujuknis pemeriksaan kesehatan personil dan calon personil TNI AU tahun 2004, bila didapatkan peningkatan SGOT/SGPT lebih dari normal maka status kesehatannya adalah U3P. Stakes U3 seharusnya tidak boleh terjadi pada awak pesawat terutama penerbang. Karena itu kesehatan awak pesawat merupakan salah satu hal penting yang harus dijaga, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pencegahan timbulnya penyakit hati. Salah satu upaya pencegahan adalah dengan melakukan deteksi dini adanya kelainan hati terutama pada penerbang. Deteksi dini ini dilakukan dengan memeriksa kadar SGOT / SGPT dan melakukan USG hati.7
3.Pemeriksaan tes fungsi hati dan USG pada penerbang diharapkan dapat mengetahui kelainan-kelainan hati yang terjadi, sehingga kerusakan hati dapat dicegah sedini mungkin. Upaya ini akan mengurangi jumlah penerbang yang di grounded karena adanya kelainan hati. Dengan demikian kesehatan para penerbang TNI AU dapat tetap terjaga. Hal ini akan berdampak positif pada kesiapan penerbang mengawaki pesawat untuk menjaga kedaulatan NKRI di udara.
4.Rumusan Masalah.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kelainan tes fungsi hati dengan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU ?
5.Tujuan Penelitian.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kelainan tes fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU.
6.Hipotesa.Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
a.Hipotesa nol (H0), tidak ada hubungan bermakna antara kelainan fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU.
b.Hipotesa alternatif (H1) dalam penelitian ini adalah ada hubungan bermakna antara kelainan fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU.
7.Manfaat Penelitian.Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
a.Menjadi pedoman untuk mengetahui ada tidaknya perlemakan hati pada penerbang TNI AU.
b.Memberikan masukan kepada institusi TNI AU, khususnya Skadron Udara agar meningkatkan upaya mengurangi munculnya faktor resiko penyakit hati pada penerbang TNI AU demi kesuksesan tugas-tugas operasional penerbangan.
c.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Lakespra Saryanto dalam mempertimbangkan jenis pemeriksaan kesehatan yang harus dilakukan pada penerbang TNI AU.
9.Ruang Lingkup Penelitian.Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.Pendahuluan
b.Tinjauan Pustaka
c.Kerangka Konseptual
d.Metode Penelitian
e.Hasil Penelitian
f.Pembahasan
g.Kesimpulan dan Saran
h.Penutup
Tinjauan Pustaka
9.Perlemakan Hati ( Fatty liver ).Dewasa ini penyakit hati masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, kira-kira 10 % dari kasus-kasus yang dirawat dibagian penyakit dalam. Penyakit hati dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu penyakit hati akut dan penyakit hati kronis. Penyakit hati akut terutama disebabkan oleh infeksi Virus Hepatitis, sedangkan penyakit hati khronis didasarkan adanya gangguan fungsi hati lebih dari 3-6 bulan. Dari data yang ada 40-60% dari jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit hati merupakan penderita hepatitis akut. Sedangkan data mengenai prevalensi perlemakan hati di Indonesia belum banyak dilaporkan. Di jepang pada tahun (1989 ), prevalensi perlemakan hati sebesar 12,6 % dari 39.151 orang pasien rumah sakit. Di USA jumlah penderita perlemakan hati lebih kurang 25 % dari jumlah penduduk. Data lain mengenai prevalensi perlemakan hati berasal dari hasil otopsi awak pesawat yang meninggal karena kecelakaan pesawat ditemukan 15,6 % NAFLD dan 2,1 % NASH. Pada pasien Nonalcoholic fatty liver diseases sebanyak 80 % diantaranya obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 kg/m2. Pada penelitian NHANES III didapatkan 30 % laki-laki dan 40 % perempuan gemuk (obese) menderita Non alcoholic fatty liver. 4,7
10.Sejak tahun 1960 sampai sekarang individu yang overweight dan obesitas cenderung semakin bertambah banyak. Dalam satu dekade terakhir kelompok dewasa muda berumur lebih dari 20 tahun yang mengalami overweight dan obesitas meningkat hingga 54,9 persen. Hasil survey M.Thamrin dkk tahun 1982 di Lakespra Saryanto tentang ultrasonografi pada awak pesawat TNI AU didapatkan 8 % kasus perlemakan hati. 4,2,7
11.Perlemakan hati adalah keadaan dimana lemak di hati melebihi 5% dari berat hati. Pada keadaan ini terjadi akumulasi trigliserida dan jenis lemak lainnya di dalam sel-sel hati. Penyakit perlemakan hati ini dapat terjadi karena perlemakan hati saja (steatosis ) atau berkaitan dengan peradangan ( steatohepatitis ). Penyakit ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan minum minuman beralkohol (alcoholic fatty liver ), tetapi dapat pula timbul pada individu yang tidak pernah minum minuman beralkohol ( Nonalcoholic fatty liver disease ). Bila terjadi steatohepatits tetapi tidak ada riwayat penggunaan minuman beralkohol maka penyakit ini disebut Nonalcoholic steatohepatitis (NASH). 1,2,4
12.Patogenesis. Pada keadaan normal trigliserida di hati akan disekresikan ke sirkulasi bersama apoprotein dalam bentuk lipoprotein densitas sangat rendah ( Very low lipoprotein / VLDL). Ketidakseimbangan antara transpor lemak atau sintesa dengan sekresi atau metabolisme akan menyebabkan timbulnya akumulasi lemak dalam sel hati. Hal ini terjadi karena penghantaran lemak dan pembentukan lemak di hati melebihi kapasitas hati melakukan oksidasi dan sekresi trigliserida menjadi VLDL. 2,3
13.Mekanisme terjadinya akumulasi lemak dalam sel hati ada empat cara yaitu2
a.Peningkatan transportasi asam lemak dari perifer ke sel hati
lemak yang berasal dari makanan ditranspor ke hati melalui sirkulasi dalam bentuk cylomikron. Di dalam sel lemak cylomikron mengalami hidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya disintesa kembali menjadi trigliserida, tetapi sebagian dari asam lemak tersebut masuk sirkulasi dan ditanspor ke sel hati. Selain di hidrolisis dalam sel lemak sisa cylomikron ada juga yang ditranspor ke hati.
b.Penurunan transportasi lemak dari sel hati ke perifer dalam bentuk VLDL
transpor trigliserida dari hepatosit dalam bentuk VLDL tergantung pada proses esterifikasi dengan apo-protein, fosfolipid dan kolesterol.
c.Penurunan oksidasi asam lemak
d.Peningkatan oksidasi asam lemak ( produksi lemak oleh sel hati meningkat ).
14.Gambaran klinik.Keluhan yang sering dirasakan pasien yang menderita perlemakan hati umumnya berkaitan dengan fatique, tetapi ada juga pasien yang tidak mempunyai keluhan. Pada pasien perlemakan hati dengan obesitas sering timbul keluhan nyeri perut kanan atas karena peregangan kapsul hati, rasa kelelahan dan malaise. 2,4
15.Pemeriksaan Fisik.Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan hepatomegali. Tetapi pada pasien gemuk sulit menilai adanya pembesaran hati ini. Gejala penyakit hati yang lain seperti ikterus, demam, asites, edema, spider naevi dan varises akan muncul bila sudah berkembang menjadi sirosis hepatis. Selain itu pada sirosis dapat ditemukan spleenomegali. Pasien dengan riwayat minum alkohol akan dijumpai keluhan seperti neuropati perifer, kardiomiopati,pankreatitis dan kelemahan otot rangka.2,3
16.Tes Fungsi Hati.Gangguan fungsi hati umumnya diketahui pada saat melakukan pemeriksaan rutin dari hasil laboratorium. Sampai saat ini belum ada tes fungsi hati yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa pasti perlemakan hati. Walaupun demikian pemeriksaan serum aminotrasferase dapat memberikan nilai yang bermakna untuk membantu menegakkan diagnosa. Pada survei yang dilakukan Badan Kesehatan dan nutrisi Amerika Serikat / NHANES (1988-1994) peningkatan serum aminotrasferase dipertimbangkan sebagai pertanda diagnostik perlemakan hati non alkoholik pada 15 .000 orang tanpa riwayat penyakit hati dan minum alkohol. Namun pada beberapa pasien perlemakan hati kadar enzim ini dapat normal. Kadar SGPT akan meningkat lebih tinggi dibandingkan SGOT pada perlemakan hati non alkoholik sedangkan pada perlemakan hati alkoholik didapatkan rasio SGOT/SGPT sebaliknya. Pada alkoholik perbandingan SGOT/SGPT biasanya lebih dari 2 karena adanya aktivitas SGPT di sitosol hepatosit dan serum, sedangkan non alkoholik kurang dari satu. Namun pasien dengan perbandingan SGOT/SGPT lebih dari satu harus lebih diperhatikan karena sudah menunjukkan adanya perlemakan hati yang lebih lanjut.Enzim alkalin fosfatase biasanya meningkat pada pasien perlemakkan hati non alkoholik 2- 3 kali dari nilai normal. Pada anak-anak dengan fatty liver kadar trigliserida akan meningkat sedangkan kolesterol tidak berkaitan dengan perlemakan hati. 2,3,4
17.Pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit perlemakan hati antara lain ultrasonografi (USG), Computed tomografi (CT), Magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan ini hanya dapat memberikan gambaran adanya perlemakan hati, tetapi sulit membedakan penyebabnya apakah alkoholik atau nonalkoholik. Pemeriksaan USG untuk penyakit perlemakan hati memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi, akan tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah sudah terjadi peradangan hati ( Steatohepatitis ) atau masih steatosis saja. 3
18.Dengan pemeriksaan USG didapatkan gambaran hati hiperekoik yang difus atau dikenal dengan istilah ” bright liver’. Bila dibandingkan ekodensitas hati dan ginjal akan terlihat kontras. Pada infiltrasi lemak yang berat biasanya sulit menentukan batasan atau struktur hati. Sedangkan steatosis dapat terlihat bila infiltrasi lemak sudah lebih dari 30 %. Hasil pemeriksaan dengan USG tergantung pada jumlah lemak dan apakah perlemakan terdeposit secara fokal atau tidak. Umumnya gambaran USG steatosis yang difuse dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a.Mild / ringan : terlihat hiperekhoik difuse minimal dengan diafragma, dinding pembuluh darah intra hepatik terlihat normal.
b.Moderat / sedang, terlihat hiperekhoik difuse moderat dengan diafragma, dinding pembuluh darah intrahepatik sedikit terganggu / agak kabur.
c.Severe / berat, tampak hiperekhoik berat dengan penetrasi ringan ke segmen posterior lobus kanan hati, pembuluh darah intrahepatik dan diafragma tidak tervisualisasi. Akan tetapi Gambaran ekho dari Fibrosis dan sirosis sulit dibedakan dengan USG. (3,4,5,6,8)
19.Diagnosa. Diagnosa perlemakan hati baik alkoholik maupun non alkoholik hanya dapat ditegakkan berdasarkan biopsi hati. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada pasien dengan peningkatan serum amminotransferase tanpa riwayat infeksi hepatitis, autoantibodi atau minum minuman beralkohol. Pemeriksaan biopsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah sudah terjadi steatohepatitis atau masih steatosis. Bila masih steatosis maka perlemakan hati tersebut masih digolongkan perlemakan hati yang jinak. Gejala klinis, hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang hanya dapat menduga adanya perlemakan hati. Gambaran histologi perlemakan hati hasil biopsi umumnya makrovesikular dengan tetesan lemak yang mendesak inti hepatosit,tetapi dapat pula bercampur dengan mikrovesikuler. Selain itu ditemukan pula sel-sel neutrofil dan sel mononuklear yang menunjukkkan adanya proses peradangan. 3,4
20.Pengobatan.Pengobatan penyakit perlemakan hati dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.Pada pasien perlemakan hati yang disebabkan karena alkohol harus meninggalkan kebiasaan minum-minuman beralkohol agar proses steatosis yang sudah terjadi dapat normal kembali. Selain itu penurunan berat badan dapat memperlambat proses perjalanan penyakit bahkan proses peradangan dan fibrosis pada sel hati dapat cegah. 2,3,4
b.Program diet dapat dilakukan untuk membatasi absorbsi karbohidrat untuk sumber energi sehingga tetap seimbang dengan absorbsi protein. Penurunan berat badan ini harus dilakukan secara bertahap dan terkontrol sebab penurunan yang terlalu cepat akan mengakibatkan perjalanan penyakit menjadi lebih progresif. Olah raga dapat membantu program penurunan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin dengan penambahan masa otot. 2,3,4
c.Pembedahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembedahan Bariatic yang bertujuan menurunkan berat badan dapat memperbaiki perubahan histologi yang terjadi dalam sel hepatosit. Pembedahan ini menyebabkan penurunan berat badan yang cepat, tetapi hasil penelitian awal menunjukkan kelainan fungsi hati karena penurunan berat badan yang cepat belum bermakna. Hal ini dapat dijadikan salah satu pilihan untuk pasien yang tepat. 2,4
Metode Penelitian
21.Desain Penelitian.Desain penelitian ini adalah “Cross sectional” deskriptif dan
analitik.
22.Tempat dan Waktu Penelitian. Tempat penelitian di Lakespra Saryanto selama tiga bulan dari bulan Mei sampai bulan Juli 2006.
23.Populasi Penelitian.Populasi penelitian ini terbatas pada penerbang TNI AU yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto tahun 2005.
24.Subyek Penelitian.Kriteria Penerimaan penelitian ini adalah :
a. Semua penerbang TNI AU yang melakukan uji kesehatan berkala pada tahun 2005 di Lakespra Saryanto
b. Semua penerbang yang diperiksa menggunakan USG
25.Kriteria Penolakan.Kriteria penolakan dalam penelitian ini adalah semua penerbang yang tidak memenuhi kriteria penerimaan.
26.Besar Sampel. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sama dengan jumlah populasi .
27.Pengumpulan Data. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda retrospektif. Langkah pertama mencari dan mengumpulkan catatan medik penerbang TNI AU peserta ILA tahun 2005. Kemudian diseleksi dan diambil data mengenai nama, umur, tinggi badan, berat badan, profil lipid dan hasil USG hati.
28. Analisis Data. Data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis. Metode statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan p < 0,05 ditetapkan bermakna secara statistik.
29.Variabel.Pada penelitian ini variabel bebas adalah Perlemakan hati dan variabel tergantung kelainan fungsi hati.
30.Batasan Operasional. Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.Perlemakan Hati adalah perlemakan hati yang ditegakkan atas dasar gambaran USG dan tanpa pemeriksaan histopatologi. Kriteria fatty liver pada Usg meliputi gambaran hiperekoik (‘bright liver”), rasio ekhoik yang meningkat antara hati dengan limpa atau ginjal. Hasilnya dinyatakan menderita perlemakan hati bila ada gambaran hiperekoik dan tidak menderita perlemakan hati bila gambaran USG normal.
b.Tes fungsi hati adalah pemeriksaan biokimia hati pada seseorang untuk menemukan adanya kelainan hati, memastikan penyebab penyakit hati, mengetahui derajat beratnya penyakit hati dan mengikuti perjalanan penyakit. Pada penelitian ini yang digunakan adalah kadar SGOT / SGPT, dikatakan perlemakan hati bila kadar SGPT lebih besar dari SGOT dengan perbandingan lebih dari 2 atau kurang dari 1. Kadar SGOT normal pada pria < 32 U/l sedangkan SGPT pada pria < 42 U/l.
c.Umur adalah umur biologis yang dihitung sejak lahir dalam tahun dan bila dalam rekam medis didapatkan umur lebih enam bulan, maka dibulatkan keatas. Bila kurang dari enam bulan, maka dibulatkan kebawah. Dengan pembagian 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41- 50 tahun.
d.Indeks masa tubuh adalah hasil perhitungan dari berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter. Untuk menilai apakah berat badan berlebih atau tidak. Kriteria yang dipakai berdasarkan kriteria PERKENI tahun 1998 dengan satuan kg/m2. hasilnya IMT Normal 18,5 – 25, IMT lebih / over bila 25,1 – 27, IMT gemuk / obesitas > 27. Penilaian yang digunakan dibagi menjadi Normal, lebih/over dan gemuk / obesitas.
e.Profil Lipid ditentukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Konsensus Nasional pengelolaan Dislipidemia di Indonesia dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia( PERKENI ,1998 ) sebagai berikut ini :
Tabel 1. Pedoman Klinis Profil Lipid
Yang diinginkan ( Baik/N) | Harus diwaspadaiSedang /NT | Yang berbahayaBuruk/Abn | |
Kolesterol Total Kolesterol LDL Kolesterol HDL Trigliserida | < 200 < 130 ≥ 45 < 200 | 200 – 239 130 – 159 36 – 44 200 - 399 | ≥ 240 ≥ 160 ≤ 35 ≥ 400 |
Pada penelitian ini penilaian digolongkan dalam: baik ( normal ), sedang ( normal tinggi ) dan buruk ( abnormal ).
f.Diabetes Mellitus berdasarkan Konsensus Nasional pengelolaan Dislipidemia di Indonesia dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PERKENI ,1998 ) bila kadar gula darah puasa plasma vena lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl. Pengertian puasa disini adalah tidak ada pemasukan kalori sejak 10 – 12 jam terakhir. Pada penelitian ini menggunakan kriteria normal bila = 126 mg/dl dan tidak normal billa = 126 mg/dl.
Hasil Penelitian
31.Populasi pada penelitian ini berjumlah 132 orang penerbang TNI AU yang melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala pada tahun 2005. dua orang subyek tidak memenuhi kriteria sehingga data yang dapat dianalisis hanya 130 orang.
32.Karakteristik subyek berdasarkan umur sebagian besar berusia 31 sampai 40 tahun (47,7 %) dan 59 orang ( 45,4% ) kurang dari 30 tahun. Hanya 9 orang yang berusia diatas 41 tahun.(tabel 2.)
Tabel 2. Distribusi Subyek Berdasarkan Umur
Kelompok Umur | Jumlah | Persentase |
21 – 30 31 – 40 41 – 50 | 59 62 9 | 45,4 % 47,7 % 6,9 % |
33.Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ( IMT) menurut kriteria PERKENI (1997) subjek yang memiliki IMT lebih dari 27 Kg/m2 dan dikatakan gemuk/obesitas sebanyak 26 orang (20 %) sedangkan subjek yang tergolong memiliki indeks masa tubuh yang over atau lebih sebanyak 32,3 % ( 42 orang). Sebagian besar subjek memiliki IMT dalam batas normal yaitu 47,7 % (62 orang).(Tabel 3)
Tabel. 3 Distribusi Subyek Berdasarkan IMT (Kriteria PERKENI,1997)
IMT | Jumlah | Persentase |
Normal Lebih / over Gemuk /obesitas | 62 42 26 | 47,7 % 32,3 % 20 % |
34.Dari tabel 4 dapat diketahui sebagian besar subjek memiliki kadar kolesterol kurang dari 200 mg/dl ( 53 % ). Subjek dengan kadar kolesterol yang buruk atau lebih dari 240 mg/dl ada 20 orang ( 15,4 % ).
Tabel 4. Kadar Kolesterol Subjek
Kadar Kolesterol | Jumlah | Persentase |
Baik ( <200mg/dl ) Sedang(200 – 239mg/dl) Buruk( ≥240mg/dl) | 70 40 20 | 53 % 31,6 % 15,4 % |
35.Berdasarkan kriteria PERKENI (1997) seperti pada tabel 5. 114 orang memiliki kadar trigliserida yang baik ( 87,7 % ), 10 orang kadarnya antara 200 – 399 mg/dl dan hanya 3 orang yang memiliki kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl.
Tabel 5. Kadar Trigliserida Subjek
Kadar Trigliserida | Jumlah | Persentase |
Baik ( <200mg/dl) Sedang(200 – 339mg/dl) Buruk ( ≥ 400 mg/dl ) | 114 10 3 | 87,7 % 10 % 2,3 % |
36.Hampir seluruh subjek penelitian memiliki kadar gula darah puasa dalam batas normal sesuai kriteria PERKENI (1998) lebih kurang 129 orang (99,2 % ) seperti pada tabel 6. Hanya satu orang yang memiliki gula darah lebih dari 126 mg/dl ( 0,8% ).
Tabel 6. Kadar Gula Darah Puasa
KadarGula DarahPuasa | Jumlah | Persentase |
Normal (≤ 126 mg/dl ) TidakNormal( ≥ 126 mg/dl ) | 129 1 | 99,2 % 0,8 % |
37.Perbandingan kadar SGOT/SGPT subjek 104 orang masih dalam batas normal ( 80 %) sedangkan 26 ( 20 % ) orang digolongkan tidak normal seperti terlihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kadar SGOT/SGPT Subjek
Kadar SGOT/SGPT | Jumlah | Persentase |
Normal Tidak normal | 104 26 | 80 % 20 % |
38.Pada tabel 8. terlihat hasil pemeriksaan USG 97 orang ( 74,6 %) subjek masih normal dan 33 (25,4 % ) orang lainya dijumpai gambaran perlemakan hati pada hasil USGnya
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan USG Hati
Hasil USG | Jumlah | Persentase |
Normal Perlemakan Hati | 97 33 | 74,6 % 25,4 % |
39.Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya Perlemakan hati 66,7 % masih termasuk perlemakan hati ringan, 12 orang ( 33,3 % ) termasuk perlemakan hati sedang dan tidak ada subjek yang mengalami perlemakan hati berat seperti pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan USG dengan Perlemakan Hati
Hasil USGDengan PerlemakanHati | Jumlah | Persentase |
Ringan Sedang Berat | 22 12 0 | 66,7 % 33,3 % 0 % |
40.Subjek penelitian yang memiliki kadar kolesterol lebih dari 240 mg/dl dengan hasil USG menunjukkan adanya perlemakan hati hanya 8 orang (6,15 % ). Subjek dengan kadar kolesterol 200 – 239 mg/dl dan mengalami perlemakan hati sebanyak 12 orang (9,23 %) sedangkan 13 orang ( 10 % ) subjek dengan perlemakan hati kadar kolesterolnya masih dalam batas normal ( Tabel 10 ).
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan USG dengan Perlemakan hati Berdasarkan Kadar Kolesterol Subjek
Kadar Kolesterol | Perlemakan Hati | Persentase |
Baik (<200mg/dl) Sedang(200– 239 mg/dl) Buruk (≥240 mg/dl) | 13 12 8 | 39,4 % 36,4 % 24,2 % |
41.Dari 33 subjek dengan hasil USG menunjukkan adanya perlemakan hati hanya 2 orang (6,1 % ) yang memiliki kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl atau jelek. Sebagian besar subjek sebanyak 23 orang ( 69,7 %) memiliki kadar trigliserida normal dan 24,2 % subjek yang mengalami perlemakan hati memiliki kadar trigliserida sedang 200 – 339 mg/dl (tabel 11 ).
Tabel 11. Perlemakan Hati Berdasarkan Kadar Trigliserida Subjek
Kadar Trigliserida | Perlemakan Hati | Persentase |
Baik ( <200mg/dl) Sedang(200 –339mg/dl) Buruk ( ≥ 400 mg/dl ) | 23 8 2 | 69,7 % 24,2 % 6,1 % |
42.Uji Statistik.Hipotesa pada penelitian ini adalah :
a. H0 : tidak ada hubungan antara kelainan tes fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU peserta pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto tahun 2005.
b. H1 : ada hubungan antara kelainan tes fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU peserta pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto tahun 2005.
menggunakan uji statistik Chi-Square dengan derajat kemaknaan a = 0,05. Bila X2 hasil perhitungan lebih besar dari X2 tabel dengan a = 0,05 ; dk = 1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari tabel diketahui nilai X2 0,05;1 = 3,84. Dari hasil uji statistic didapatkan X2 hasil perhitungan lebih besar dari X2 tabel sehingga H0 ditolak. Dengan demikian disimpulkan ada hubungan bermakna antara kelainan tes fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU.
Tabel 12. Hasil Pemeriksaan USG Hati dan Kadar SGOT/SGPT
Kadar SGOT/SGPT | Hasil USG | Jumlah | |
Normal | Perlemakan Hati | ||
Normal | 83 | 21 | 104 |
Tidak Normal | 14 | 12 | 26 |
Jumlah | 97 | 33 | 130 |
Pembahasan
43.Keterbatasan Hasil Penelitan. Dalam penelitan ini didapatkan beberapa keterbatasan hasil penelitan :
a.Desain penelitan ini bersifat retrospektif sehingga sangat tergantung pada medical record hasil pemeriksaan kesehatan, karena pencatatan yang belum teratur maka masih ada beberapa data yang tidak lengkap sehingga tidak dapat dianalisi.
b.Kadar HDL dan LDL tidak ada dalam data rekam medik padahal nilai ini diperlukan untuk menilai gambaran profil lipid secara lengkap
c.Waktu penelitian terlalu singkat sehingga mempengaruhi proses pengumpulan dan pengolahan data.
44.Pembahasan Hasil Penelitan. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental yang bertujuan mengetahui hubungan kelainan tes fungsi hati dengan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU. Karena pemeriksaan USG belum merupakan standar pada pemeriksaan kesehatan berkala di TNI AU,maka peningkatan kadar SGOT/SGPT diharapkan dapat menjadi skrening awal untuk mengetahui adanya perlemakan hati pada penerbang TNI AU.
45.Berdasarkan kadar kolesterol darah, subjek yang mengalami perlemakan hati sebagian besar memiliki kadar kolesterol yang baik dan sedang. Hal ini terjadi karena kolesterol tidak berkaitan langsung dengan terjadinya perlemakan hati.
46.Kadar trigliserida subjek yang mengalami perlemakan hati umumnya masih dalam batas normal kurang dari 200 mg/dl. Hal ini mungkin disebabkan karena kecilnya jumlah subjek penelitian yang mengalami perlemakan hati. Selain itu sesuai dengan teori yang ada seharusnya pada perlemakan hati akan didapatkan peningkatan kadar trigliserida lebih dari normal karena adanya peningkatan sintesa trigliserida di sel hati dan penurunan oksidasi.
47.Dari 130 penerbang TNI AU yang diteliti, 33 subjek ( 25,4 % ) menderita perlemakan hati dan 97 orang ( 74,6 % ) hasil pemeriksaan USG masih normal. Subjek yang mengalami perlemakan hati sebagian besar ( 66,7 % ) tergolong perlemakan hati ringan. Hal ini sesuai dengan kadar trigliserida sebagian besar subjek yang masih dalam batas normal. Penerbang dengan hasil USG menunjukkan adanya perlemakan hati 12 ( 9,2 % ) orang diantaranya menderita perlemakan hati dengan kadar SGOT/SGPT tidak normal sedangkan 21 orang ( 16,2 % ) mengalami perlemakan hati dengan kadar enzim aminotransferase dalam batas normal.
48.Setelah dilakukan uji ststistik di dapatkan hubungan bermakna antara kelainan kadar SGOT/SGPT dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG dengan nilai X2 = 7,37. hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan Badan Kesehatan dan nutrisi Amerika Serikat / NHANES (1988-1994) bahwa peningkatan serum aminotrasferase dipertimbangkan sebagai pertanda diagnostik
perlemakan hati. Peningkatan kadar enzim ini dapat terjadi pada perlemakan hati karena adanya peradangan dan kerusakan sel hepatosit. Sel hepatosit yang mengalami peradangan dan rusak akan meningkatkan jumlah enzim SGOT/SGPT dalam darah.
49.Kadar SGOT/SGPT subjek penelitian ini sebagian besar masih normal ( 80 % ) hanya 26 orang yang mengalami peningkatan perbadingan kadar SGOT/SGPT. Walaupun diagnosa pasti perlemakan hati harus menggunakan biopsi, dengan melihat hasil pemeriksaan USG dan perbandingan kadar SGOT/SGPT dapat dibuat dugaan sementara adanya perlemakan hati. Selain itu perlu dipertimbangkan pula bahwa perbandingan kadar SGOT/SGPT akan bermakna bila kadar SGOT dan atau SGPT lebih dari normal.
Kesimpulan dan Saran
50.Kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 130 orang subjek yang melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kelainan tes fungsi hati dan perlemakan hati hasil pemeriksaan USG pada penerbang TNI AU.
51. Saran. Hasil pemeriksaan SGOT/SGPT dapat dijadikan skrening awal untuk mengetahui adanya perlemakan hati pada penerbang TNI AU. Dokter kesehatan penerbangan di skuadron dapat melakukan usaha-usaha preventif berdasarkan hasil pemeriksaan tes fungsi hati agar perlemakan hati tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Lakespra Saryanto sebaiknya melakukan pemeriksaan profil lipid yang lebih lengkap, tes fungsi hati dan pemeriksaan USG pada semua penerbang untuk melakukan skrening awal. Kriteria pemeriksaan kesehatan awal dan berkala sebaiknya menggunakan perbandingan kadar SGOT/SGPT sebagai standar menentukan fungsi hati.
Daftar Pustaka
1.Harrisons. Principle of Internal medicine 9th ed., International Student Ed., Graw-Hill.Kogakushu Ltd.1980.1666-72.,1704-1718.
2.Noer HMS. Ilmu Penyakit Dalam, editor Soeparman jilid I ED II. Penerbit: Balai Penerbit FKUI. Jakarta 1996,224-231,333-337.
3.Sherlock,S. Disease of the Liver and Biliary Sytem, 9th edition. Bladwell Scientifik Publications .1993, 408-13.
4.Sears D.Fatty Liver. Http://www.emedicine.com/med/by name/ fatty liver.htm .2005.
5.Sidartha H.Hepar.Unit USG RS Graha Medika.Jakarta.
6.Suton D. Buku Ajar Radiologi Untuk Mahasiswa kedokteran, alih bahasa kuswidayati. Edisi 5.Hipokrates. Jakarta 1995,224-231
7.Thamrin,M.,Dkk. Survei Ultrasonografi Pada Awak Pesawat Yang Diperiksa Di Lakespra Saryanto.Jakarta 1982.
8.Rumack,CM, et all. Diagnostic Ultrasound 2 nd ed., Vol I. Mosby 1998., 110-112.
No comments:
Post a Comment